Pages

Selasa, 03 April 2012

Cerpen

LAYANG-LAYANG

Udara petang hari ini sangat menyejukkan dan angin-angin menari sangat gemulai. Tanpa berpikir panjang aku berjalan menuju gudang untuk mengambil layang-layangku dan ku langkahkan kakiku menuju padang rumput yang bisa aku pastikan tidak ada tempat tinggal manusia disana. 6 tahun yang lalu ditempat ini kakek menghadiahkan aku sebuah layang-layang berbentuk burung merpati dengan kedua sayap berwarna putih, katanya burung merpati ini menggambarkan diriku yang selalu dapat terbang dengan keceriaan yang aku miliki. Dulu aku dan kakek sering bermain layang-layang disini namun semenjak kakek tutup usia, sekarang aku didampingi oleh Ibu-Ku.

Tak jarang saat aku bermain layang-layang di padang rumput ini sesekali aku mendengar suara yang tidak aku tahu arahnya dari mana perkataannya penuh remehan seperti ini yang aku dengar “Apabisa ia menerbangkan layang-layang itu?” aku tahu pertanyaan itu ditujukan kepadaku sungguh sedih mendengarkannya. namun aku tidak menghiraukan suara itu, karena aku merasa aku selalu bisa menerbangkan layang-layang punyaku, Ibu pun sering meyakinkan bahwa perkataannya bukan ditujukan untukku itu hanya lelucon seorang anak laki-laki yang menggodai temannya karena ia tidak bisa menerbangkan layang-layang punyanya.

Kata ibu dengan sangat ceria kepadaku “Olive, layang-layangmu berhasil kau terbangkan, tidak seperti anak laki-laki diujung sana yang sibuk menerbangkan layang-layangnya namun tidak pernah berhasil seperti mu”

“Haha, apa benar bu? Ya memang sih bu, aku bisa merasakan keajaiban layang-layang ini”

“Bukan layang-layang ini yang ajaib nak, tapi kamu, kamu yang menciptakan keajaiban itu”

“Hahaaaah.. ibu selalu bisa membuat aku terbang seperti layang-layang ini” Tangan Ibu menggenggam tanganku dan membantu aku mempertahankan keseimbangan layang-layang yang sedang berlomba dansa dengan angin.

Ya, Ibu-Ku memang hebat menyembunyikan kesedihannya. Ia tidak mau melihat aku sedih oleh karena itu ia harus terlihat kuat dan memberikan motivasi untukku. Hati Ibu mana yang tidak terombang-ambing bila melihat anak perempuannya yang tidak bisa melihat ini selalu diejek karena ambisinya untuk menerbangkan layang-layang. Aku memang buta sejak berumur 5 tahun, kebutaanku disebabkan kecelakaan yang mobil kami alami saat ingin berlibur kerumah kakek, mobil kami menabrak pembatas tiang jalan dan terguling lalu meledak. Untungnya Aku, Ayah dan Ibu selamat. Kekuatan lain aku rasakan dimana pendengaranku sangat tajam mendengar ledakan itu.

Namun, sayang saat aku membuka mata dirumah sakit, aku tidak dapat melihat benda yang ada diruangan itu semuanya gelap seperti kota mati tanpa lampu. Kenyataan pahit harus aku terima kata dokter mataku tidak bisa melihat entah permanen atau sementara yang tidak diketahui jelasnya kapan cahaya dunia itu kembali aku nikmati. Akibat ledakan yang mengundang api dan berkontak sangat dekat dengan mataku yang menyebabkan aku tidak bisa melihat. Awalnya aku tidak yakin dan tidak menerima vonis dokter, menurutku ia tidak berhak memberikan vonis seperti itu kepadaku karena dia bukan TUHAN.

“Dok, anak saya pasti bisa melihat lagi kan, dia pasti sembuh kan?” tanya ibu kepada dokter saat itu.

“Untuk saat ini, saya belum bisa memastikannya Bu, kita sama-sama berdoa saja untuk kesembuhan Olive. Saya akan memberikan bantuan medis sebaik mungkin demi kesembuhannya. Tetapi, pada umumnya harapan untuk sembuh hanya 20 persen saja”

Sekarang usiaku sudah 13 tahun, aku masih tergila-gila untuk selalu menerbangkan layang-layangku. Kekurangan pada penglihatan tidak menjadi penghalang untuk mengenali setiap benda disekitarku dan untuk juga menerbangkan layang-layang ini. Hari ini aku pergi bermain layang-layang tanpa Ibu, sebab Ibu harus bertemu dengan parter bisnisnya. Aku berhasil menerbangkan layang-layangku, bahagia sekali bila mendengar suara yang dikeluarkan oleh layang-layangku saat ia terbang. Di tengah-tengah keasikkanku tiba-tiba layanganku tersangkut dipohon yang aku perkirakan pohon itu cukup besar dan berada didalam hutan tidak jauh dari tempat dimana aku berada.

Kata penduduk sekitar hutan itu jarang sekali dikunjungi oleh manusia sebab sering terdengar tawa canda yang seolah-olah hutan terlihat ramai. Aku beranikan diri untuk pergi ke hutan itu dengan tongkat lipatku dan kembali pulang membawa layang-layang kesayanganku. Sesampainya didepan gerbang pembatas hutan, aku tidak mendengar suara aneh apapun. Aku buka gerbang itu, dan terus melangkah mengikuti benang layanganku yang menjadi mata angin untuk menemukan layangan-layang. Tak lama ku melangkah dari tempatku sebelumnya terdengar suara canda tawa penuh dengan keceriaan.

“Hihi..hihi.., kejar aku.. kejar aku..” suara itu ada dibelakangku. Spontan aku menjawab

“Siapa itu? Tolong jangan mengganggu aku. Aku hanya ingin mengambil kembali layang-layangku yang tersangkut didalam hutan ini”

“Kau terbang sangat lamban, bisakah lebih cepat haha..haha” suaranya lebih mendekat sekarang berada didepan mataku, suara mereka seperti anak kecil apa badan mereka kecil juga, entahlah. tiba-tiba ada sebongkah cahaya masuk ke bola mataku dan mengenai retina dari mataku

“Au..auuu sakit sekali. Ada apa dengan mataku ini?”

“Toloong, tolong aku” kataku sambil memejamkan mata.

“Buka lah, bukalah mata mu anak periang” bisikan suara dari arah sampingku sangat halus.

Aku pun membuka mataku, lalu sesuatu yang tak pernah ku sangka sebelumnya terjadi. Aku dapat melihat pemandangan seindah ini, sekelilingku dipenuhi dengan bunga-bunga cantik,segar ada yang berwarna merah, kuning, ungu, orange indah sekali, diujung sana tampak air terjun terlihat menawan, mencuci mata setiap pelihat yang menyaksikan air meluncur sangat lincah.

“Woow, Indahnya bagus.. Ciptaan Tuhan yang begitu sempurna” Sautku girang.

“Ya, Indah bukan. Ini lah tempat bermain kami sekaligus tempat tinggal kami” balas makhluk kecil bersayap yang berada disampingku, sayap makhluk ini seperti kupu-kupu bahkan lebih indah dari kupu-kupu, mereka memiliki tubuh layaknya manusia. Menurutku mereka adalah peri-peri yang berada dikisah-kisah dongeng yang pernah Ibu ceritakan dulu kepadaku sebelum tidur.

“Hai, siapa namamu putri cantik? Tanya salah makhluk ajaib itu kepadaku

“A..a..aku Olive, kalian siapa? sayap kalian indah sekali, memancarkan cahaya dari warna khas kalian masing-masing.” Puji ku

“Olive, nama yang cantik sama seperti wajahmu. Kami Peri penempat hutan ini Olive”

“Peri? Tetapi kata penduduk disekitar hutan. Hutan ini gelap tak ada tanda-tanda kehidupan disini. Sangat mengerikan, mereka suka mendengar suara-suara aneh seperti candaan, tawaan dari dalam hutan. Walaupun aku tidak pernah melihat hutan ini sebelumnya. Dan kenapa sekarang aku bisa melihat, setelah sebongkah cahaya yang mengenai mataku tadi sangat menyakitkan, ini mustahil sangat mustahil”

“Aku minta maaf olive, bongkahan cahaya itu adalah keringatku yang jatuh dimatamu saat aku dan Sonya bermain kejar-kejaran disekitarmu” jawab peri itu tertunduk merasa bersalah.

“jadi, keringatmu yang menyembuhkan mataku ini? Kau tidak perlu meminta maaf, aku sangat berterima kasih kepadamu. Berkatmu, aku dapat melihat pemandangan indah yang begitu menakjubkan saat ini. siapa namamu?”

“Hah, sungguh olive? Kamu memaafkanku.” Peri itu memberikan gerakan saltonya sebagai wujud kegirangannya.

“Yipiii...Namaku Joice, didunia peri sangat tidak sopan bila menjatuhkan keringat kita kesesama peri. Bahkan hukuman bisa dijatuhkan kepadaku jika itu terjadi”

“Haha, Joice itu kan hukum yang berlaku di kehidupan kaum peri, sedangkan aku bukan peri. Aku hanya anak perempuan berumur 13 tahun yang buta sejak umur 5 tahun dari kaum manusia. seperti yang kamu lihat sekarang, keringatmu mampu menyembuhkan mataku”

“Olive, hanya kamu kaum manusia yang dapat melihat lingkungan kehidupan kami. Tolong sampaikan pada kaum-mu jangan lagi merusak tempat tinggal kami, hutan ini terlihat gelap dan menyeramkan karena sering terjadi penebangan liar,pepohonan yang dibakar dengan sengaja guna memperluas lahan kepentingan mereka, dan perlakuan-perlakuan keji lainnya yang dilakukan oleh kaum manusia. Hutan ini akan terlihat hidup jika dipelihara dengan baik dan alam pun akan bersahabat” kata seorang peri dengan mahkota berkalap-kelip diatas kepalanya kepadaku, sepertinya peri itu pemimpin peri-peri yang ada dihutan ini.

“Keterlaluan sekali, baik sahabat-sahabatku. Aku akan membantu merawat tempat tinggal kalian yang sangat indah ini. takkan aku biarkan kaum ku merusak hutan lagi,takkan pernah”

“Terimakasih Olive, kamu memang putri yang baik hati. Mengapa kamu sampai kehutan ini, padahal sebelumnyakan kamu tidak bisa melihat” tanya Joice

“Ya, aku ingin mengambil layang-layang pemberian kakek ku yang tersangkut di pohon sana. Aku terbiasa berjalan tanpa melihat, tongkat ini yang membantu ku sampai ke hutan ini.”

“Begitu ya, kami juga sering bermain layang-layang disini. mari kami antarkan ke pohon itu untuk mengambil layang-layang mu” ajak Joice menarik jari kelingkingku.

Pohonnya sangat besar, untung saja ada peri-peri sahabat baruku yang membantu melepaskan layang-layangku dari ranting pohon kokoh ini. aku sangat berterima kasih kepada mereka, mereka sahabat sekaligus obat dari mata ku yang sudah 8 tahun tidak bisa melihat ini. begitu besar anugerah yang Tuhan berikan, aku sangat bersyukur. Kemudian aku berpamitan dengan sahabat-sahabat kecilku untuk kembali pulang, mungkin Ibu khawatir menunggu ku dirumah.

“Joice, Aku harus segera pulang kerumah. Aku tidak ingin Ibu lebih lama mengkhawatirkanku. Aku sangat berterimakasih kepada kalian sahabat-sahabatku. aku akan memberitahu Ibu bahwa aku bisa melihat kembali”

“Sering-seringlah main kesini olive. Selamat tinggal” jawab Joice

“Sama-sama Olive, salam untuk Ibu-mu ya. Jangan lupa sampaikan pesanku untuk kaumMu olive” kata ratu peri. Aku melangkahkan kaki ku untuk keluar dari hutan yang begitu indah ini menuju gerbang pembatas hutan.

“Baik Ratu, aku akan ingat pesan yang kau sampaikan untuk kaum ku. Jaga dirimu baik-baik Joice, suatu hari nanti Aku akan kembali ke hutan ini untuk menemuimu ” aku melambai-lambaikan tanganku sebagai salam perpisahan kepada mereka, semakin posisiku jauh dari hutan, aku sadar hutan ini kembali ke bentuk semula. Suasana yang gelap, namun tidak menyeramkan untukku.

Waktu semakin larut, petang pun hampir menyembunyikan wajahnya. Aku berlari menuju rumah sambil menggenggam layang-layang kesayanganku, layang-layang ini seperti memberikan aku arah untuk menggapai kesembuhan yang harus ku capai. ingin rasanya cepat sampai kerumah, melihat reaksi Ibu, memeluknya, menunjukkan apa terjadi denganku hari ini dan memandangi wajah kedua orang tua ku yang sudah cukup lama tak aku lihat. cahaya dunia kembali aku nikmati.

“ihiiiiy, aku percaya tiada yang mustahil di dunia ini. aku tetap percaya pada hal-hal kecil karena disitulah kemampuanku” dalam hati ku berbicara.